05 September 2015

Mengenal Wali Allah pada Setiap Masa


Seperti para nabi-nabi dan rasul-rasul yang martabat serta kedudukan mereka tidak sama di antara satu sama lain, para Aulia juga diberi martabat berlainan. Di kalangan para Anbia dan Rasul yang jumlahnya sangat ramai itu pun (Nabi lebih 124,000 dan Rasul 315) yang wajib diketahui hanya 25 orang sahaja (Nabi dan Rasul) sedangkan yang bakinya tidak wajib diketahui. Daripada 25 orang Nabi dan Rasul itu ada pula lima orang yang dikurniakan martabat tinggi, dipanggil ‘Ulul Azmi’, iaitu Muhammad s.a.w., Ibrahim a.s., Musa a.s., Isa a.s. dan Nuh a.s. Para Aulia juga mempunyai martabat yang berbeza-beza. Namun tidak ada siapa yang dapat mengenal pasti siapakah di antara para Aulia itu yang tertinggi martabatnya kecuali Allah, kerana fungsi atau peranan para nabi dan Rasul. Seperti dijelaskan dahulu, para nabi dan rasul yang diutus kepada manusia harus membuktikan bahawa mereka dibekalkan oleh mukjizat yang dikurniakan Allah kepada mereka.

Tetapi para Aulia tidak wajib membuktikan diri mereka sebagai Aulia melalui karamah yang dikurniakan oleh Allah kepada mereka. Bahkan para Aulia dikehendaki merahsiakan kewalian mereka, apalagi martabat mereka, kecuali dalam keadaan darurat atau terdesak sahaja. Sebab itu para Aulia tidak dapat dikenal pasti yang lebih tinggi martabatnya daripada yang lain, sedangkan bilangan mereka sangat ramai. Mungkin martabat para Aulia itu dapat dikenal hanya melalui karamah mereka, sedangkan karamah mereka pun tidak wajib ditontonkan kepada orang ramai, kecuali jika terdesak. Tingkatan para wali dapat dibahagikan kepada beberapa tingkatan sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing di sisi Allah swt. Di antara mereka ada yang terbatas jumlahnya di setiap masanya, tetapi ada pula yang tidak terbatas jumlahnya Sehubungan dengan hal ini, Syeikh Muhyiddin Ibnul Arabi memberikan penjelasan tentang tingkatan dan pembahagian para wali seperti yang diterangkan dalam kitabnya FUTUHATUL MAKKIYAH pada bab ke tujuh puluh tiga yang diringkas oleh Syeikh Al Manawi dalam mukaddimah Thabaqat Sughrahnya sebagai berikut:

Manfaat Sujud Bagi Kesehatan

Sujud adalah teknis merendahkan diri (menyembah) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan menghadap kiblat. Secara lahiriah sujud melibatkan tujuh anggota badan yang tertumpu ke bumi yaitu : wajah (dahi dan hidung), kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung kaki. Secara batin merupakan upaya merendahkan akal dan hati, sambil mengucapkan dzikir. Ini menjadikan sujud sebagai istilah khusus umat Islam yang tidak dapat diganti atau diterjemahkan.

Tetapi bukan Allah Swt yang memperoleh keuntungan dari sujud, melainkan diri kita sendiri. Dr. Fidelma O’ Leary misalnya, Phd (Neuroscience) dari St. Edward’s University, telah menjadi muallaf karena menemukan fakta penting tentang manfaat sujud bagi kesehatan manusia. Sebagai neurologis (ahli syaraf), wanita berdarah Irlandia ini menemukan bahwa ada saraf-saraf tertentu di otak manusia, yang hanya sesekali saja di masuki darah. Bila tidak dimasuki darah sama sekali, maka akan berakibat sangat buruk untuk kesehatan manusia. Untuk itulah dibutuhkan aktivitas rutin memasukkan darah ke syaraf-syaraf itu. Dan aktivitas rutin itu adalah sujud di dalam sholat ummat Islam.

Hal ini diperkuat lagi oleh pernyataan Prof. Hembing, yang berpendapat bahwa jantung, hanya mampu memasok 20% darah ke otak manusia. Untuk mencukupi kebutuhan darah ke otak, maka manusia membutuhkan rutinitas sujud.